Minggu, 22 April 2012

CINTA DAN PERKAWINAN

Cinta dan Perkawinan cinta menggambarkan suatu perasaan kasih sayang atau kesukaan yang sangat kuat , nafsu/seksual, perasaan kasih sayang, ingin menjaga, menghargai. Para psikolog memiliki pendekatan-pendekatan yang berbeda satu sama lain terhadap masalah cinta ini. Pertama, mereka mengetahui ada bentuk cinta yang berbeda. Kedua, ada cinta seksual dalam konteks menjaga, dan mengakhiri hubungan orang dewasa. Ketiga, mereka memperlakukan cinta sebagai aktifitas –aktifitas manusia sebagai halnya dengan aktivita-aktivitas lainnya, seperti hal-hal magis. Dalam percintaan ,, banyak hal yang harus di lewati sebelum akhirnya seseorang memutuskan untuk memasuki perkawinan, untuk mengikat cinta agar lebih sakral. Dimulai dalam memilih pasangan. 1. Memilih pasangan Cinta menyatukan semua umat yang memiliki rasa kasih sayang dan saling menjaga dan mencintai. Saat, semua insan ingin bersatu dalam pernikahan dan mengikat dirinya dari 1 enjadi 2 untuk bersama, banyak hal yang harus diperhatikan. Yaitu memilih pasangan yang tepat untuk masa depannya nanti. Menurut cara nabi Muhammad saw memilih pasangan yang tepat dalam konteks islam adalah : 1. Seiman 2. Mempunyai akhlak yang baik 3.agamis ( ilmu agamanya kuat ) sehungga ibsa saling menuntun di jalam kebaikkan. Menurut beberapa tokoh : memilih pasangan cenderung orang banyak yang melihatnya dari : dapat mengerti satu sama lain, dewasa, dapat saling menjaga, memahami karakter masing-masing pasangan. Tidak sedikit saat akan melanjutkan ke jenjang pernikahan banyak pasangan yang menyebutkan hal ini. Merasa pasangannya baik untuk dia, dan akhirnya mereka memilih untuk melanjutkan ke jenjang pernikahan karena pilihannya sudah tepat untuk mendampingi hidupnya nanti. 2. Hubungan dalam perkawinan Dalam perkawinan terdapat tipe-tipe hubungan yang berbeda-beda, contoh : Menurut Cuber & Harroff, secara keseluruhan terdapat enam klasifikasi atau tipe hubungan dalam perkawinan. • Conflict-habituated Tipe hubungan conflict-habituated adalah tipe pasangan yang jatuh dalam kebiasaan mengomel dan bertengkar. Kebiasaan ini menjadi semacam jalan hidup bagi mereka, sehingga secara konstan selalu menemukan ketidaksepakatan. Jadi, stimulasi perbedaan individu dan konflik justru mendukung kebersamaan pasangan tersebut. Kadang didukung oleh kehidupan seks yang memuaskan. • Devitalized Tipe hubungan devitalized merupakan karakteristik pasangan yang sekali waktu dapat mengembangkan rasa cinta, menikmati seks, dan satu sama lain saling menghargai. Namun, mereka cenderung mengalami kekosongan perkawinan dan tetap bersama-sama, terutama demi anak dan posisi mereka dalam komunitas. Cukup menarik, karena pasangan dengan tipe ini tak merasa bahwa dirinya tidak bahagia. Mereka berpikir bahwa keadaan yang dialami merupakan hal biasa setelah tahun-tahun penuh gairah dilampaui. Sayang sekali bahwa tampaknya ini merupakan tipe yang paling umum dalam perkawinan. • Passive-congenial Pasangan dengan tipe passive-congenial sama dengan pasangan tipe devitalized, tetapi kekosongan perkawinan itu telah berlangsung sejak awal. Perkawinan seperti ini seringkali disebabkan perkawinan lebih didasari kalkulasi ekonomi atau status sosial, bukan karena hubungan emosional. Seperti pasangan tipe devitalized, hanya sedikit keterlibatan emosi, tidak terlalu menghasilkan konflik, tetapi juga kurang puas dalam perkawinan. Nyatanya, pasangan-pasangan ini lebih banyak saling menghindar, bukannya saling peduli. • Utilitarian Berbeda dengan tipe-tipe yang lain, tipe utilitarian ini lebih menekankan pada peran daripada hubungan. Terdapat perbedaan sangat kontras, terutama bila dibandingkan dengan dua tipe terakhir (vital dan total) yang bersifat intrinsik, yaitu yang mengutamakan relasi perkawinan itu sendiri. • Vital Tipe vital ini merupakan salah satu dari tipe hubungan perkawinan dengan ciri pasangan-pasangan terikat satu sama lain, terutama oleh relasi pribadi antara yang satu dengan yang lain. Di dalam relasi tersebut, satu sama lain saling peduli untuk memuaskan kebutuhan psikologis pihak lain, dan saling berbagi dalam melakukan berbagai aktivitas. Pada tipe ini masing-masing pribadi memiliki identitas pribadi yang kuat. Di dalam komunikasi mereka terdapat kejujuran dan keterbukaan. Bila terdapat konflik biasanya karena hal-hal yang sangat penting dan dapat diatasi dengan cepat. Ini merupakan tipe perkawinan yang paling memuaskan. Sayang sekali tipe ini paling sedikit kemungkinannya. • Total Tipe ini memiliki banyak kesamaan dengan tipe vital. Bedanya, pasangan-pasangan ini menjadi “satu daging” (one flesh). Mereka selalu dalam kebersamaan secara total, sehingga meminimalisasi adanya pengalaman pribadi dan konflik. Tidak seperti pada tipe devitalized, kesepakatan biasanya dilakukan demi hubungan itu sendiri. Tipe perkawinan seperti ini sangat jarang. 3. Penyesuaian dan pertumbuhan dalam memahami perkawinan Dalam perkawinan, masing-masing pihak pasangan mulai mengetahui baik-buruknya pribadi pasangan masing-masing, mereka bisa merasakan frekuensi dan intensitas kehidupan seksual yang mulai meningkat atau memudar. Perasaan kebosanan bisa mengahmpiri pasangan merupakan penyebab utama sejumlah besar keretakan dalam suatu hubungan atau perkawinan. Namun, antisipasi sangat penting : jika kedua belah pihak mempersiapkan diri mengahadapi hilangnya intensitas dalam kehidupan seksualnya, barangkali mereka bisa menghindari keputusan – keputusan tersebut. Tidak peduli apakah fase hubungan yang menyenangkan mulai berkembang dan justru mulai berakhirnya suatu hubungan, semuanya tergantung kemampuan masing-masing pasangan untuk menepis mitos-mitos yang ada. Pertumbuhan dalam perkawinan, bisa kadang memuncak dan menurun tidak bisa di perkirakan secara signifikan. Dalam menyesuaikan dan memahami perkawinan ada beberapa cara-cara efektif yang dapat memperbaiki keharmonisan rumah tangga agar baik kembali. Misalnya, berolahraga bersama, mengikuti memperbaiki rumah, refreshing saat waktu libur. Dengan begitu dalam perkawinan bisa saling memahami dan mengerti satu sama lain, dan dapat menghindari keretakkan rumah tangga yang tidak diinginkan. 4. Perceraian dan pernikahan kembali Tidak semua dalam perkawinan, bisa bertahan dengan lama harus didasarkan dengan cinta karena banyak perkawinan mampu bertahan dalam rentang yang sangat lama karena faktor-faktor di luar cinta semisal anak, keuangan atau takut sendirian. Sebuah perkawinan yang menyenangkan merupakan satu tindakan penyeimbangan yang terus menerus. Konflik yang muncul dalam sebuah perkawinan merupakan tanda-tanda kesehatan sebuah perkawinan. Melalui konflik orang menguji pemahamannya terhadap diri mereka sendiri, pasangannya atau dunia luar dan mereka seringkali harus terus belajar untuk melakukannya. Maka dari itu, tidak heran bila konflik ini tidak bisa di lewati dalam sebuah perkawinan maka akan terjadi perceraian. Perceraian yang terjadi dalam jangka dua hingga tiga tahun pertama. Kelangsungan suatu perkawinan tidak harus menunjukkan bahwa cinta harus berlangsung secara terus menerus agar perkawinan bisa bertahan lama mungkin tidak lagi di warnai birahi dan keintiman. Sebaliknya, banyak yang bercerai berkata “ kami saling mencintai, namun kami tidak dapat bersama-sama lagi”. Artinyam ini menggambarkan rentang kehidupan mereka yang mulai surut. Banyak faktor yang menyebabkan perceraian, dari pengkhianatan, penolakan, sakit hati, komunikasi yang kurang, persoalan seksual, soal anak, finansial dan masih banyak lagi yang memicu perceraian. Dalam suatu hubungan jangka panjang, berakhirnya cinta yang tak bisa di perbaiki biasanya merupakan peristiwa yang terjadi manahun, bukannya secara tiba-tiba. Dibutukan beberapa lama waktu untuk menemui konselor perkawinan sebelum suatu keadaan yang tidak bisa lagi dipertahankan masih bisa untuk diperjuangkan. Saat perceraian terjadi, dan di butuhkan beberapa waktu untuk istirahat sejenak dari permasalah yang sudah di lewati saat perkawinan tidak lagi dapat dipertahankan, tidak jarang orang-orang yang melaluinya than dengan kesendiriannya. Dan akhirnya bila ada saat yang tepat ada beberapa yang memutuskan untuk menikah kembali dan berjuang agar tidak terulang kesalahan yang sama. Dan biasanya intensitas perkawinan yang kedua ini lebih banyak kekhawatiran dan komitmen-komitmen yang lebih kuat karena masih ada rasa takut yang cukup besar saat menjalani perkawinan kembali. 5. Alternative selain pernikahan Bagi beberapa orang yang menganggap perkawinan hanyalah sebuah komitmen yang tidak bisa di pertanggungjawabkan , dan pernikahan hanyalah selembar kertas buku nikah yang sewaktu-waktu bisa saja rusak dan lenyap di makan waktu. Orang-orang ini lebih memilih untuk single/lajang sepanjang hidupnya. Memilih berteman sebanyak-banyaknya dan membuat suatu perkumpulan/genk agar tidak merasa kesepian. Tidak di pungkiri mencintai dan menyayangi adalah kebutuhan semua orang, namun banyak yang mengartikannya tidak harus meanjutkan ke sebuah pernikahan yang sakral. Hanya cukup saling menyayangi dan tidak ada ingin komitmen ataupun status yang akhirnya akan memberatkan bagi orang-orang yang memilih untuk hidup menyendiri tanpa memikirkan pernikahan. Mereka cenderung lebih menikmati menghabiskan waktu bersama teman, keluarga besar ataupun menyibukkan diri dengan perkerjaan mereka. Berusaha meniti karir sebaik mungkin tanpa memikirkan pernikahan. Jadi, tidak semua orang memilih untuk hidup bersama mskipun mereka saling mencintai, ada kalanya manusia berfikir bila mencintai membuat hati tidak sehat dan jiwapun tersiksa mereka lebih memilih untuk melepaskan dan bahkan ada yang memutuskan untuk sendiri sepanjang umurnya. Sumber: buku sex and love guide to teenagers, karangan Dr. Patrick Killingstone dan Dr.Margareth Cornellis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar